Aku Adalah Aku dan Akan Tetap Menjadi AKu

Monthly Archives: September 2008

Sabtu malam tanggal 20 September 2008 menjadi hari yang bersejarah buat aku dan keluargaku, karena untuk pertama kalinya di hari itu aku menjadi seorang Bapak, tepat pukul 21.23 WIB aku mendapat anugerah dari ALLAH Subhanahu wata’ala berupa amanah seorang bayi perempuan dengan berat badan 2,9kg dan panjang 50cm.

Subhanallah.. itu yang aku kumandangkan saat aku bisa menemani dan menyaksikan anakku pertama kalinya melihat dunia ini.

Alhamdulillahirabbil’alamin…. yang aku haturkan tanpa putus karena persalinan berjalan lancar dan dengan proses normal, serta istri dan anakku diberi kemudahan dan kesehatan.

Barakallahu… Berkah di bulan Ramadan ini menjadi yang terpenting dalam hidupku. Awal aku menjadi seorang Ayah dan menjalani babak baru dalam karir duniaku demi mencari ridho Allahu subhanahu wata’alla untuk bekal dihari yang kekal kelak.


Hayya ‘alash sholah
Hayya ‘alal falah

Dua seruan azan di atas bukanlah seruan esoterik. Bukan seruan untuk diri sendiri dan dikerjakan oleh penyerunya sendiri. Seruan ini ditujukan kepada jutaan umat Islam yang sebagian hikmahnya dapat dipergunakan untuk membangun etos atau nilai sosial. Dalam 24 jam umat Islam di seluruh dunia secara bergilir sesuai dengan perbedaan waktu, membuat gelombang sosial untuk memenuhi dua seruan itu meskipun sebagian mereka mengerjakan salat secara sendiri-sendiri. Kedua kalimat itu adalah seruan untuk menang terhadap berbagai aktivitas yang menjadi fokus, prioritas, dimuliakan, pagan, bahkan mungkin syirik, melalui salat yang mencerminkan fitrah tauhid seluruh umat manusia.
Selain kemenangan-kemenangan yang telah diraih umat Islam ketika memenuhi seruan salat sebagaimana telah disinggung di atas, maka masih banyak nilai-nilai salat yang menjanjikan kemenangan bagi komunitas Islam.
Pertama, penghargaan terhadap waktu. Menyadari bahwa pelaksanaan salat terbaik adalah di bagian awal dari datangnya waktu salat maka setiap muslim akan secepatnya menggunakan setiap detik awal untuk melakukan salat. Ini berarti bahwa penundaan adalah satu kerugian besar. Apabila nilai seperti ini ditransfer kepada aktivitas yang lain maka umat Islam akan menjadi umat yang produktif. Waktu yang dikaruniakan oleh Allah SWT sering dilalui dengan sikap bermalas-malasan, menunda-nunda pekerjaan sehingga produktivitas mereka sangat rendah. Jadi kalau umat Islam ingin maju, yang kompetitif dengan umat dan bangsa lain maka setiap detik harus dihargai dengan aktivitas yang produktif.
Selanjutnya, marilah kita menggunakan kamera akal untuk melihat kehebatan lain dari dua seruan itu ialah bagaimana jutaan umat Islam yang hidup dalam pembagian waktu yang sama, melangkah bersama-sama terfokus pada satu kegiatan ialah salat. Ke depan, umat Islam seharusnya dapat mentransfer kehebatan dan keindahan kesatuan langkah ini untuk menuju kepada fokus pemecahan masalah umat.
Salah satu masalah yang sangat mendesak ialah mengubah paradigma politik dari paradigma sekuler materialisme menjadi paradigma politik syariah. Berpolitik atau keinginan memiliki kekuasaan adalah fitrah manusia. Manusia memiliki fitrah ini karena hikmah dari Al ‘Aziz atau Yang Maha Kuasa. Sebagai muslim maka fitrah berkuasa ini harus disatukan dengan berhikmah dari Al Asma wa Sifa Allah yang lain misalnya, Al Qudus atau Yang Maha Suci, As Salam atau Yang Maha Menyelamatkan, Al Muhaimim atau Yang Maha Melindungi, Al Khasib atau Yang Maha Menghitung, dan masih banyak yang lain lagi. Jadi paradigma politik Islam ialah fitrah berkuasa yang dilakukan dengan bersih, yang melindungi dan menyelamatkan diri sendiri dan orang lain serta dunia.
Padahal, meraih kemenangan kekuasaan dengan politik bersih itulah yang seharusnya dilakukan oleh mereka yang sehari-hari membersihkan diri melalui Salat.

Ditulis oleh : Prof H Sholeh YA Ichrom PhD, Ketua MUI Kota Solo

Dikutip dari sini


Tahukah apa yang terjadi pada perjalanan (mudik) akhir kita, pada hari kita pertama kali meninggalkan dunia. Inilah apa yang diceritakan hadits-hadits sahih kepada kita.

Pada hari terakhir anak Adam meninggalkan dunia, dan hari pertama ia berada di akhirat, hartanya, anak-anaknya, dan amalnya dihadapkan kepadanya. Mula-mula ia menengok ke arah hartanya seraya berkata, ”Demi Allah aku dahulu sangat rakus dan pelit ketika mengurus kamu. Sekarang apa yang engkau berikan kepadaku.” Hartanya menjawab,”Ambillah dariku kain kafanmu.” Kemudian ia menoleh ke arah anak-anaknya, ”Demi Allah, aku dahulu sangat mencintai kalian dan berusaha melindungi kalian. Sekarang Demi Allah dahulu aku enggan mendekatimu; kamu terasa berat sekali bagiku, Sekarang apa yang kau berikan padaku? Amalnya berkata,”Aku akan menjadi sahabatmu dalam kuburmu, dalam padang Mahsyar nanti, sampai engkau berhadapan dengan TuhanMu”.

Masih menurut riwayat yang sahih bila yang dijemput maut itu kekasih Allah, ia akan dijemput seseorang yang harumnya semerbak, yang wajahnya sangat indah, yang pakaiannya sangat bagus. Melihatnyasaja sudah membawa kebahagian. Ketika makhluk melihat yang mengerikan itu ditanya, ”Siapa anda?” ia menjawab,” saya amalmu yang saleh, saya akan mengantarmu dari dunia menuju surga.”

Bila yang meninggal itu orang yang berbuat maksiat, seseorang yang sangat buruk mukanya, sangat busuk baunya, duduk di sampingnya.Bila sesuatu yang menakutkan terjadi, ia menambah ketakutan itu. Bila si mayit melihat yang mengerikan, ia menambah kengeriannya. Mayit berkata,” Engkau betul-betul sahabat buruk.Siapa kamu sebenarnya?”Orang buruk itu berkata,”Apakah engkau tidak mengenalku?” ”Tidak” jawab mayit.”Aku adalah amalmu.Dahulu amalmu buruk karena itulah mukaku buruk.Dahulu amalmu busuk karena itulah bauku busuk.

Pada waktu ”mudik” yang sebenarnya nanti, siapa yang akan menjemput kita dan menemani kita sejak alam kubur sampai ke hadapan Allah nanti? Yang mana yang akan menyertai kita: orang yang berwajah indah dan menentramkan atau orang yang bermuka buruk dan menakutkan?

artikel ini juga ditulis di sini


Sudah puluhan lebaran (Idul Fitri) kita lewati, sebanyak bilangan Ramadhan yang kita alami. Sering lebaran kita jadikan tonggak-tonggak penting dalam kehidupan kita. Setiap tahun lebaran datang menjenguk kita, membawa kisah suka dan duka. Kenanglah lebaran-lebaran yang lalu.

Bukankah pernah lebaran datang kepada kita dirundung malang, diliputi penderitaan, dan diuji dengan berbagai kepedihan ?. Bukankah pernah juga lebaran datang ketika kita memperoleh keberuntungan, dipenuhi kebahagiaan, dan dimanja dengan berbagai kenikmatan?. Suka dan duka datang silih berganti

Tapi ada satu hal yang tidak pernah berubah setiap kali lebaran datang, ada saja diantara sanak saudara, karib-kerabat, orang tua, sahabat kita yang tidak berlebaran bersama kita. Mereka tidak ikut mempersiapkan Idul Fitri. Mereka tidak ikut menggemakan takbir. Mereka tidak ikut ke tanah lapang. Tidak dapat kita lihat wajah mereka yang ceria, . Tidak bisa kita ulurkan tangan memohon maaf kepada mereka. Tidak sanggup kita bahagiaakan mereka dengan bingkisan panganan atau pakaian. Mereka sudah mendahului kita ke alam baka. Mereka telah lebih dahulu ”mudik” ke kampung yang abadi. Pada hari yang penuh berkah ini, marilah kita kenang mereka, marilah kita bacakan doa yang tulus buat orang-orang yang kita kasihi, yang hari ini tidak berada di samping kita.

Ya Allah, masukkanlah kebahagiaan kepada para penghuni kubur.

YA Roob kami kasih sayangMu dan ilmu Mu meliputi segala sesuatu. Ampunilah orang-orang yang kembali dan mengikuti jalanMu dan jauhkan mereka dari siksa api neraka. Ya Roob kami masukkanlah mereka ke Syurga ’Adn yang telah Kau janjikan kepada orang yang saleh diantara orant tua-orang tua mereka, istr-istri (suami-suami) mereka, dan keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Mulia dan Maha Bijaksana.

Telah kita sampaikan doa buat mereka yang telah mendahului kita, buat mereka yang telah ”mudik” ke tempat asal mereka.Tahun ini mereka telah mennggalkan kita. Tahun depan boleh jadi kita memperoleh giliran meninggalkan karib-kerabat dan sahabat-sahabat kita. Hari ini kita menangisi mereka. Esok hari kita yang akan ditangisi orang. Setiap hari, maut mengepakkan sayapnya di atas kepala kita.