Hayya ‘alash sholah
Hayya ‘alal falah
Dua seruan azan di atas bukanlah seruan esoterik. Bukan seruan untuk diri sendiri dan dikerjakan oleh penyerunya sendiri. Seruan ini ditujukan kepada jutaan umat Islam yang sebagian hikmahnya dapat dipergunakan untuk membangun etos atau nilai sosial. Dalam 24 jam umat Islam di seluruh dunia secara bergilir sesuai dengan perbedaan waktu, membuat gelombang sosial untuk memenuhi dua seruan itu meskipun sebagian mereka mengerjakan salat secara sendiri-sendiri. Kedua kalimat itu adalah seruan untuk menang terhadap berbagai aktivitas yang menjadi fokus, prioritas, dimuliakan, pagan, bahkan mungkin syirik, melalui salat yang mencerminkan fitrah tauhid seluruh umat manusia.
Selain kemenangan-kemenangan yang telah diraih umat Islam ketika memenuhi seruan salat sebagaimana telah disinggung di atas, maka masih banyak nilai-nilai salat yang menjanjikan kemenangan bagi komunitas Islam.
Pertama, penghargaan terhadap waktu. Menyadari bahwa pelaksanaan salat terbaik adalah di bagian awal dari datangnya waktu salat maka setiap muslim akan secepatnya menggunakan setiap detik awal untuk melakukan salat. Ini berarti bahwa penundaan adalah satu kerugian besar. Apabila nilai seperti ini ditransfer kepada aktivitas yang lain maka umat Islam akan menjadi umat yang produktif. Waktu yang dikaruniakan oleh Allah SWT sering dilalui dengan sikap bermalas-malasan, menunda-nunda pekerjaan sehingga produktivitas mereka sangat rendah. Jadi kalau umat Islam ingin maju, yang kompetitif dengan umat dan bangsa lain maka setiap detik harus dihargai dengan aktivitas yang produktif.
Selanjutnya, marilah kita menggunakan kamera akal untuk melihat kehebatan lain dari dua seruan itu ialah bagaimana jutaan umat Islam yang hidup dalam pembagian waktu yang sama, melangkah bersama-sama terfokus pada satu kegiatan ialah salat. Ke depan, umat Islam seharusnya dapat mentransfer kehebatan dan keindahan kesatuan langkah ini untuk menuju kepada fokus pemecahan masalah umat.
Salah satu masalah yang sangat mendesak ialah mengubah paradigma politik dari paradigma sekuler materialisme menjadi paradigma politik syariah. Berpolitik atau keinginan memiliki kekuasaan adalah fitrah manusia. Manusia memiliki fitrah ini karena hikmah dari Al ‘Aziz atau Yang Maha Kuasa. Sebagai muslim maka fitrah berkuasa ini harus disatukan dengan berhikmah dari Al Asma wa Sifa Allah yang lain misalnya, Al Qudus atau Yang Maha Suci, As Salam atau Yang Maha Menyelamatkan, Al Muhaimim atau Yang Maha Melindungi, Al Khasib atau Yang Maha Menghitung, dan masih banyak yang lain lagi. Jadi paradigma politik Islam ialah fitrah berkuasa yang dilakukan dengan bersih, yang melindungi dan menyelamatkan diri sendiri dan orang lain serta dunia.
Padahal, meraih kemenangan kekuasaan dengan politik bersih itulah yang seharusnya dilakukan oleh mereka yang sehari-hari membersihkan diri melalui Salat.
Ditulis oleh : Prof H Sholeh YA Ichrom PhD, Ketua MUI Kota Solo
Dikutip dari sini
Gunawan Mashar – detikcom
Makassar – Pendidikan baca Al Qur’an akan menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah-sekolah formal di Sulsel. Pasalnya, kini DPRD Sulsel telah menyetujui pemberlakuan Perda ini pada rapat Paripuna DPRD Sulsel yang digelar Selasa 18 April.
Dengan pemberlakuan ini, berarti tiap sekolah di Sulsel wajib memasukkan pendidikan Al Qur’an dalam mata pelajaran muatan lokal.
“Kecuali sekolah yang didominasi oleh siswa yang tidak beragama Islam. Namun, siswa Islam yang sekolah di sekolah dominan non Islam, musti mengikuti pendidikan Al Qur’an lewat jalur informal,” tutur Anas Genda, anggota Pansus Ranperda Pendidikan Al Qur’an, DPRD Sulsel ketika ditemui detikcom di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumohardjo, Rabu (19/04/2006).
Dalam Perda ini, diatur 3 jalur Pendidikan Al Qur’an yang diajarkan kepada siswa.
Jalur pertama adalah lewat pendidikan formal. “Setiap sekolah yang dominan Islam, wajib mengajarkan pendidikan Al Qur’an,” ucap Anas.
Jalur kedua yakni melalui pendidkan informal, yaitu pengajaran mengaji di rumah. “Informal ini melalui orangtua. Misalnya ia mengajar anaknya mengaji. Tapi ini berlaku bagi anak yang sekolah di sekolah yang banyak muridnya beragama non Islam,” terang Anas.
Jalur ketiga yakni jalur nonformal. Jalur ini berupa Tempat Pendidikan Al Qur’an (TPA) dan sejenisnya. Khusus jalur informal dan nonformal pemberlakukannya lebih lanjut akan diatur dalam peraturan gubernur.
Peserta Didik Bersertifikat
Dengan adanya Perda ini, setiap siswa yang telah lulus mata pelajaran ini akan diberi sertifikat. “Nah pemberian sertifikat untuk jalur informal dan nonformal yang akan diatur lebih detail oleh peraturan gubernur agar sertifikatnya tidak asal kasih. Juga agar tenaga pengajarnya tidak sembarangan lebih lanjut akan ditentukan bagaimana kualifikasinya,” beber Anas.
“Pada jalur informal, akan ditentukan syaratnya sehingga si anak yang diajar secara informal ini layak mendapat sertifikat,” kata Anas, yang juga wakil ketua Komisi E DPRD Sulsel.(nrl)
Sudah seharusnya Peranan Pemerintah untuk mempersiapkan Generasi Bangsa yang cerdas tangguh berakhlak Qur’ani dan siap menghadapi zaman….
Jika generasi akan datang rusak, memble, susah diajak/tidak mau memberantas Kemaksiatan malahan jadi Aktor maksiat jadi koruptor jadi maling jadi pemerkosa & jadi jadian….
Jangan menyalahkan Medianya yg begini.. pornografi..majalah Playboy…Playgirl..PlayGame..PlayPlay?????
Tapi kenapa tidak dipersiapkan sejak dini ?
Yaitu Generasi yg cerdas berakhlak tangguh dan siap menghadapi perubahan zaman dan bahkan mampu merubah zaman …..(insya Allah…)
Kata Prof.Quraish Shihab yg suka baca qur’an dan menghapal qur’an insya Allah daya Ingatnya tinggi gak bakalan PIKUN….itung-itung nambahin IQ…
PEMDA mana lagi yg nyusul ???
Kisah yang dituturkan oleh Bpk. Ahmad Tohari yang dimuat dikolom resonansi republika hari Senin, 18 Desember 2006, nyata-nyata telah membuat kita malu dimata Alloh akan rezekinya yang telah kita terima selama ini.
Ini kisah tentang Yu Timah. Siapakah dia? Yu Timah adalah tetangga kami. Dia salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah berakhir. Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta. Yu Timah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri.
Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah. Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.
Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya. Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini zaman apa. Anak itu harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta. Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untung di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.
Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di bank perkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.
Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.
”Pak, saya mau mengambil tabungan,” kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
”O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?”
”Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.”
”Mau ambil berapa?” tanya saya.
”Enam ratus ribu, Pak.”
”Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?” Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.
”Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.”
Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.
”Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?”
”Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.”
”Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.
”Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.
Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Kanjeng Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu. Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing kurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.
Untuk membentuk bibir yang menawan, ucapkanlah kata-kata kebaikan. Untuk mendapatkan mata yang indah, carilah kebaikan pada setiap orang yang anda jumpai. untuk mendapatkan bentuk badan yang langsing, bagikanlah makanan dengan mereka yang kelaparan. Untuk mendapatkan rambut yang indah, mintalah seorang anak kecil untuk menyisirnya dengan jemarinya setiap hari. Untuk mendapatkan sikap tubuh yang indah, berjalanlah dengan segala ilmu pengetahuan, dan anda tidak akan pernah berjalan sendirian.
Manusia, jauh melebihi segala ciptaan lain. Perlu senantiasa berubah, diperbaharui, dibentuk kembali, dan diampuni. Jadi, jangan pernah kecilkan seseorang dari hati anda. Apabila anda sudah melakukan semuanya itu, ingatlah senantiasa. Jika suatu ketika anda memerlukan pertolongan, akan senantiasa ada tangan terulur. Dan dengan bertambahnya usia anda, anda akan semakin mensyukuri telah diberi dua tangan, satu untuk menolong diri anda sendiri dan satu lagi untuk menolong orang lain.
Kecantikan wanita bukan terletak pada pakaian yang dikenakan, bukan pada bentuk tubuh, atau cara dia menyisir rambutnya. Kecantikan wanita terdapat pada mata, cara dia memandang dunia. Karena di matanya terletak gerbang menuju ke setiap hati manusia, di mana cinta dapat berkembang.
Kecantikan wanita bukan pada kehalusan wajah. Tetapi pada kecantikan yang murni, terpancar pada jiwanya, yang dengan penuh kasih memberikan perhatian dan cinta dia berikan. Dan kecantikan itu akan tumbuh sepanjang waktu.
Suatu ketika menjelang shalat Isya seorang pemuda menghampiri Rosulullah saw “Ya Rosulullah, ijinkan saya azan menggantikan bilal saat shalat Isya nanti..”
Namun dengan halus Rosulullan menolaknya.. biarkan saja bilal yang azan ya fulan. dengan perasaan kecewa si fulan menuruti kata2 Rosulullah saw. Tetapi menjelang azan subuh pemuda tersebut kembali menghampiri Rosulullah saw.
“Ya Rosulullah, ijinkan saya azan menggantikan bilal…..” kali inipun Rosulullah saw menolaknya.
Ketika waktu solat dhuhur hampir tiba, lagi-lagi pemuda tersebut menghadap Rosuulullah saw dengan permintaan yang sama.Namun kali inipun Rosulullah saw menolaknya kembali, “Biarkan bilal saja yang azan, ya fulan..”
Rupa-rupanya pemuda tadi benar2 gigih dan tak mengenal putus asa, menjelang shalat ashar, buru-buru si pemuda menemui Rosulullah saw dengan nada memelas, meminta agar dijinkan mengumandangkan azan.
“Injinkan saya mengumandangkan azan shalat ashar ya Rosulullah, sekali ini saja, menggantikan bilal bin rabbah..”
Menyaksikan keteguhan hati dan kesungguh-sungguhan sang pemuda tadi, akhirnya Rosulullah saw mengijinkannya untuk mengumandangkan azan.
Subhanallah!
Pemuda tadi begitu sempurnanya mengumandangkan azan, suaranya sangat merdu dan indah dalam pendengaran semua orang.Sampai- sampai jama’ah shalat ashar penuh sesak karena sebagian penasaran dan bertanya-tanya “siapa pelantun azan tadi?!”.
Terdengar asing di telinga mereka, karena biasanya setiap waktu shalat tiba, mereka hanya mendengar suara azan bilal bin rabbah.
Rosulullah saw beranjak pulang dari masjid setelah menunaikan shalat ashar berjama’ah.Belum sampai membuka pintu rumah, tiba-tiba malaikat JIBRIL menghadang beliau di depan pintu dengan serta merta bertanya kepada Rosulullah saw :
“Ya, Rosulullah, apakah anda sudah menunaikan Shalat ashar??”
“Ya, Insya Allah. Baru saja aku tunaikan shalat ashar berjama’ah di masjid seperti biasanya..” jawab beliau.
“Benarkah?!. .mengapa TIDAK TERDENGAR SUARA AZHAN ASHAR ??”
Subhanallah! !
begitu tinggi nilai sebuah keikhlasan di sisi Allah, sampai-sampai malaikat jibril sama sekali tidak mendengar suara azan yang begitu keras dan dilantunkan dengan indahnya…. .
karena didalam hati si pemuda ada “penyakit”, ingin semua orang melihatnya, memujinya, mengaguminya. ….
Sesungguhnya. .setitik saja ada noda dihati kita,
Maka Allah swt dapat melihatnya dengan sangat jelas…
Mudah2an Allah swt senantiasa menjaga diri kita untuk senantiasa ikhlas dalam beramal,
beribadah karena mengharap ridho Allah swt, dan beramal soleh karena Allah swt semata-mata,
bukan karena ingin dipandang oleh mata manusia yang banyak kelemahan.
Wallahu a’lam bishshawab.. …