Aku Adalah Aku dan Akan Tetap Menjadi AKu

Tag Archives: Roy

Saat Roy sendiri, dia tekan tuts2 dihadapannya merangkai huruf demi huruf menjadi barisan kata dan menyusunnya menjadi sebuah kalimat. Roy hanya sendiri, tiada siapapun disisinya dan sekitarnya. Roy memang penyendiri, namun dalam kesendiriannya dia membuat sesuatu yang dapat membuat ramai, membuat gaduh dan menjadi buah bibir masyarakat luas. Ketika sesuatu itu semakin hari semakin menunjukkan kualitasnya, selalu dicari dan diburu untuk dikonsumsi, ketika itu pula Roy semakin menyendiri. Saat kawan-kawan terbaiknya mengajaknya melihat karyanya disebuah keramaian, Roy tetap memilih untuk menyendiri. Roy tak pernah tertarik dengan sesuatu yang ia ciptakan menimbulkan keramaian. Ia jengah dengan segala riuh rendah. Baca lebih lanjut


Roy mematikan motornya lalu berjalan menuju pintu masuk rumah megah dengan halaman luas dan taman yang beraneka bunga milik saudaranya di Kota A sambil tak lupa mengucapkan salam, dari dalam disambut dengan salam pula, rumahnya ramai karena memang keluarga besar, dan ada beberapa anak menantu dan cucu tinggal di rumah itu, setelah dipersilahkan Roy pun duduk, sambil menikmati hidangan dan minuman Roy pun ngobrol ngalor ngidul. Walupun Roy di jamu dengan ramah dan makanan dan minuman yang berlimpah beraneka rasa serta disediakan kamar yang luas dan nyaman, tapi Roy merasa resah, kurang nyaman, dan merasa tidak betah berlama-lama di rumah itu, tidurpun sulit memejamkan mata, seolah-olah banyak nyamuk yang mengelilingi dirinya, gerah, panas, resah. Apa yang Roy Rasa?

Pagi hari Roy pun pamit, setelah bersalaman dengan seluruh anggota keluarga di rumah itu Roy pun melaju dengan motornya, tapi bukan arah pulang yang dituju, Roy berbelok ke arah Kota B dan menuju ke tempat saudaranya yang lain disana, setelah melalui jalan berliku dan memasuki gang yang sempit dan hanya pas untuk satu motor Roy pun sampai dirumah yang terletak dipinggir sawah itu. Setelah mengucapkan salam dan disambut oleh si empunya rumah Roy pun masuk. tercium aroma debu dan bau kayu kering serta dapur yang bahan bakarnya menggunakan kayu bakar. Roy duduk diatas tikar yang usang dan hampir sobek serta sedikit titik-titik debu diatasnya. Roy disuguhi segelas teh pahit dingin (bukan dari kulkas), dan singkong goreng yang kering dan adem. Roy pun ngobrol ngalor ngidul sambil menikmati hidangan. Malamnya Roy pun kembali menginap dan disediakan kamar  berukuran 3 x 3 meter dengan kasur tipis dan keras dengan bantal dan seprei yang lusuh dan terkesan jarang dijemur dan dicuci. Tapi Roy tidur dengan lelap, tanpa mimpi, tanpa gangguan dan seolah-olah pagi datang begitu cepatnya, hanya sekejap mata. Menjelang siang Roy pun kembali pulang menuju rumahnya di Kota C. Apa yang Roy rasa? ada yang tahu?