Hampir 5 bulan lebih rasanya saya tidak ber-Intermezzo ria, sudah lama sekali saya tidak berbagi kata-kata bijak yang saya khususkan untuk diri saya sendiri. Maklum sedang sok sibuk dan baru ketemu lagi referensinya. Segala kritik dan saran akan merupakan kata-kata bijak bagi saya.
Siang menjelang sore, tepatnya pukul 14.00 WIB, aku menerima sms dari bundanya Arun. “Mas, arun muntah2 terus, dikasih makan apa saja keluar lagi, Asi juga begitu. Kalo cuma masuk angin udah diurut segala, tapi sampe sekarang muntahnya gak berhenti-berhenti, segala apa yg dimakan dan diminum pasti keluar lagi, kasihan lihatnya badannya sampai lemes begitu, gak mau duduk maunya digendong terus..”
Apakah Adil itu? menurut sepengetahuan saya, adil adalah memberikan sesuatu sesuai dengan haknya. Ada juga yang mengatakan, adil itu sama dengan netral, tidak memihak. Adil itu bagus, tetapi untuk bisa berbuat adil itu tidaklah mudah. Menurut Agama hakekat adil yakni pertanggung jawaban kepada Tuhan, karena adil itu lebih dekat kepada Takwa. Lalu apakah kita sudah berbuat adil?, kepada siapakah kita harus berbuat adil? tentunya terhadap segala hal. Jika sebaliknya, kita mendapat perlakuan tidak adil apa yang kita rasakan, pernahkah anda mengalaminya?, tentu kita pernah mengalami perlakuan tidak adil. Lalu apa hubungannya adil dengan materialisme?
Sudah lama aku ingin menuangkan postingan ini, tapi setelah melihat perkembangan, baru kali ini menurutku saat yang tepat untuk mengungkapkan opini ku tentang sebuah komunitas yang positif yang diawali dari tugas kampus.
Apa jadinya jika dua hati tidak mau saling mengerti, apa jadinya jika dua jiwa saling menyalahkan, tak ada introspeksi, yang ada hanya pembenaran sepihak, dan tak ada kata saling mengalah.
Jika hati berontak,Ā logika tak berjalan,Ā emosi yang bermain, menggolak, menggelegak, bak tsunami setelah gempa.
Perasaan kecewa berkecamuk, rasa menyalahkan berbalik menjadi rasa bersalah yang teramat dalam, tapi keegoisan menerjang, memporak porandakan segala kesadaran dan kesahajaan yang ada, mematikan kebesaran hati, merusak kesabaran diri.
Kedewasaan terlupakan, masa tua tak lagi menjadi ukuran, sadar diri tak lagi punya arti. Hanya ke aku-an yang meradang. memusnahkan segala kebaikan yang telah direncanakan untuk membangun sebuah puing kejayaan.
Apa jadinya?